JAKARTA.nusantaranews.info – Mahkamah Konstitusi (MK) memulai sidang perdana sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara (Kukar) hari ini. Sidang yang digelar pukul 13.00 WIB pada Senin 13/01/2025 di Jakarta ini akan diawali dengan pembacaan permohonan dari tim kuasa hukum pemohon.
Permohonan sengketa ini diajukan oleh tim kuasa hukum yang dipimpin oleh Prof. Yafet Y.W. Rissy, SH, MSI, LLM, PhD dari Law Firm Ihza & Ihza, bersama M. Maulana Bungaran, SH, MH, Ketua Lembaga Advokasi Hukum Indonesia Raya, dan tim hukum lainnya.
Masa Jabatan Jadi Sorotan
Pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, menegaskan bahwa MK harus tetap konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya terkait masa jabatan kepala daerah. Menurutnya, seorang kepala daerah yang telah menjabat lebih dari dua periode atau akumulasi lebih dari tujuh tahun enam bulan, tidak boleh mencalonkan diri kembali.
“Konstitusi kita jelas hanya mengizinkan kepala daerah menjabat maksimal 10 tahun. Jika mereka yang telah menjabat lebih dari itu diperbolehkan mencalonkan diri lagi, maka prinsip demokrasi akan terganggu,” kata Effendi.
Effendi mengutip beberapa putusan MK, seperti:
Putusan MK No. 22/PUU-VII/2009
Putusan MK No. 67/PUU-XVIII/2020
Putusan MK No. 2/PUU-XXI/2023
Putusan MK No. 129/PUU-XXII/2024
Ia menekankan bahwa meskipun MK tidak secara eksplisit menolak Peraturan KPU terkait aturan ini, keputusan MK telah berulang kali menolak upaya serupa, yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan konstitusi.
Potensi Pemungutan Suara Ulang (PSU)
Effendi memprediksi sengketa Pilkada Kukar berpotensi mengarah pada pemungutan suara ulang (PSU) jika MK tetap konsisten dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Hal ini juga berlaku untuk daerah lain yang menghadapi masalah serupa terkait periodisasi jabatan kepala daerah.
Senada dengan itu, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menegaskan bahwa putusan MK bersifat mengikat dan harus dihormati. “Putusan MK memiliki kekuatan hukum setara undang-undang. Tidak boleh ada interpretasi yang menyimpang demi kepentingan tertentu,” tegas Boyamin.
Sidang perdana hari ini menjadi sorotan nasional, karena putusan MK akan menentukan nasib Pilkada Kukar dan daerah lainnya. Publik menanti apakah Pilkada di Kukar akan berujung pada PSU atau justru memberikan arah baru bagi demokrasi lokal.
“Ini adalah ujian bagi MK untuk memastikan demokrasi berjalan sesuai konstitusi,” tutup Effendi.