SAMARINDA.nusantaranews.info – Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kutai Kartanegara, perdebatan mengenai kelayakan petahana untuk maju kembali mencuat ke permukaan. Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 8 Tahun 2024, khususnya Pasal 14 huruf m dan Pasal 19, petahana yang telah menjabat satu periode penuh tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri kembali dalam Pilkada yang sama.
PKPU tersebut merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22/PUU-VII/2009 dan Nomor 67/PUU-XVIII/2020, yang menyatakan bahwa kata “menjabat” mencakup masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari satu periode. Dengan demikian, makna “menjabat” tidak hanya mencakup pejabat definitif tetapi juga pejabat yang menjalani fungsi pemerintahan secara penuh.
Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan peraturan-peraturan terkait membedakan antara pejabat sementara dan definitif. Namun, PKPU fokus pada frasa “menjabat” tanpa membedakan jenis pejabat. Pemaknaan ini diperkuat oleh UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengartikan pejabat sebagai unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan.
Hal ini memicu diskusi mengenai kelayakan petahana Kabupaten Kutai Kartanegara untuk mencalonkan diri kembali. Meski ada dorongan mempertimbangkan suara PDIP dan elektabilitas petahana, perspektif hukum menunjukkan bahwa petahana tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri kembali. Ini mengindikasikan perlunya partai politik memperhatikan regenerasi kepemimpinan dan memastikan kepemimpinan lokal tidak terpusat pada satu individu atau kelompok dalam jangka waktu lama.
Koordinator Klinik Pemilu Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Warkhatun Najidah menegaskan pentingnya pemahaman hukum pemilu yang jelas bagi masyarakat dan peserta pemilu. Menurutnya, pemilu adalah peristiwa hukum yang menentukan hak seseorang untuk dipilih atau memilih, bukan sekadar peristiwa administratif. Masa jabatan seorang pejabat, dari awal pelantikan hingga akhir masa jabatannya, sangat penting untuk diperhatikan.
Wanita yang akrab disapa Najidah juga mengingatkan bahwa potensi petahana dalam pemilu tidak bisa diremehkan. Di Kutai Kartanegara, misalnya, PDIP adalah partai kuat. Regenerasi partai juga penting, terutama di Kalimantan Timur yang memiliki banyak putra daerah terbaik. Ia menegaskan perlunya memahami undang-undang Pilkada, Peraturan KPU (PKPU), dan undang-undang administrasi pemerintahan secara menyeluruh.
“Pasal-pasal ini dihadirkan untuk memberikan kesempatan kepada seseorang untuk dipilih, bukan hanya sekedar menjalankan proses demokrasi,” katanya.
Najidah berharap pasal-pasal ini dimaknai dengan pemahaman yang luas dan jika diperlukan perluasan makna, harus ada standar yang jelas. Dia mengingatkan bahwa pemaknaan undang-undang adalah bagian dari perjuangan KPU dalam menjaga demokrasi.
Dengan pandangan ini, Warkhatun Najidah berharap hukum pemilu dapat diterapkan dengan benar untuk memastikan keadilan dan keabsahan proses pemilihan di Indonesia, terutama bagi para petahana yang ingin maju kembali dalam pemilu.