NUSANTARA NEWS–Pemilihan Umum atau sering disebut PEMILU. Kata ini sering kali terdengar saat momentum pergantian presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD dan pemilihan kepala daerah seperti gubernur dan wakil gubernur, bupati wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota di Indonesia.
Dalam sejarah, Indonesia telah menyelenggarakan 12 kali pemilu yakni dari tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, 2019 dan sebentar lagi akan memasuki pemilu yang ke-13 yakni pada tahun 2024.
Secara singkat, tujuan pemilu adalah untuk menyeleksi atau memilih para pemimpin pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif. Serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Menyukseskan pelaksanaan pemilu tidak saja menjadi tugas pihak penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Melainkan tugas semua elemen masyarakat. Baik secara personal maupun secara kelembagaan atau organisasi.
Masyarakat Harus Dukung Kerja Penyelenggara Pemilu
Pemerintah melalui penyelenggara Pemilu telah menerbitkan beberapa peraturan melalui undang-undang Pemilu.
Selain undang-undang, penyelenggara Pemilu juga melaksanakan sosialisasi tentang pemilu, terutama poin-poin penting yang dimuat dalam undang-undang pemilu.
Dengan demikian, masyarakat diharapkan agar semakin sadar dan memahami akan peran pentingnya dalam setiap proses pemilu. Kesadaran serta keterlibatan masyarakat merupakan wujud dukungan terhadap kerja-kerja penyelenggara pemilu
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu menegaskan bahwa, Partisipasi masyarakat dalam pemilu adalah salah satu aspek penting. Karena masyarakat sebagai pemilih memiliki andil yang cukup besar dalam proses pemilu.
Keterlibatan masyarakat dalam pemilu tidak sebatas memberikan hak suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) saja. Tapi juga keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap proses pemilu sangat dibutuhkan, terutama dalam hal mengawasi serta mengedukasi sesama masyarakat terkait pemilu itu sendiri.
Keterlibatan seluruh elemen masyarakat tentu saja bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pemilu yang bersih, damai, terbuka serta terhindar dari berbagai praktik pelanggaran hukum pemilu.
Pada masa menjelang pemilu, seringkali kita mendengar atau melihat langsung pihak penyelenggara pemilu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, bahkan di lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi.
Sosialisasi tersebut tidak ada tujuan lain, selain untuk menumbuhkan kesadaran serta pemahaman masyarakat tentang pemilu.
Sosialisasi juga sebagai upaya untuk mengedukasi masyarakat agar terhindar dari berbagai macam informasi hoaks atau informasi bohong yang beredar. Baik di platform media sosial maupun informasi yang diperoleh secara langsung. Masyarakat harus skeptis atau memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebenaran informasi yang diterima.
Menurut Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, terdapat 11 prinsip penyelenggara pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
Pasal 3 ini mau menegaskan agar, pelaksanaan pemilu tidak hanya sebatas momentum pergantian estafet kepemimpinan saja. Tapi yang lebih penting adalah menciptakan pemilu yang sehat sehingga pemilu mampu melahirkan figur pemimpin yang mampu membawa perubahan besar pada semua aspek pembangunan.
Selamat memasuki momentum Pemilu, masyarakat harus berpartisipasi dalam proses pemilu. Mulai dari mengawasi hingga menentukan figur pemimpin yang akan dipilih.
Berita Opini/Penulis: Teodorus Usman Wanto (saat ini penulis berprofesi sebagai wartawan di salah satu media online di Kota Samarinda).