KUBAR.nusantaranews.info- Polemik pembangunan pabrik kelapa sawit oleh PT Hamparan Khatulistiwa Indah (HKI) di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, terus menuai sorotan tajam. Tokoh adat Dayak yang juga Panglima Besar Laskar Mandau, Prof. Dr. Rudolf, SH., M.Si., Ph.D., secara tegas menyatakan penolakannya terhadap keberadaan pabrik tersebut karena diduga beroperasi tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Ketegangan memuncak saat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur menggelar mediasi antara pihak perusahaan dan masyarakat adat beberapa waktu lalu. Dalam forum tersebut, suara keberatan warga dan tokoh adat menggema, mempertanyakan legalitas dan dampak lingkungan dari pembangunan pabrik yang sudah berdiri di atas lahan seluas 55 hektare itu.
“Perusahaan ini boleh punya izin operasional dari kementerian, tapi kalau belum ada AMDAL, maka itu sudah melanggar aturan lingkungan hidup,” tegas Prof. Rudolf dalam pernyataannya.
Pabrik PT HKI diketahui memiliki kapasitas pengolahan 60 ton tandan buah segar (TBS) per jam dan 100 ton kernel per hari. Meski telah mengantongi izin operasional dari Kementerian Perindustrian, dokumen AMDAL sebagai syarat mutlak izin lingkungan belum dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Rudolf menegaskan bahwa aktivitas PT HKI tanpa AMDAL dapat menimbulkan dampak serius bagi alam dan masyarakat sekitar. Ia bahkan menyatakan akan mengirim surat langsung kepada Presiden Prabowo jika persoalan ini tidak segera ditangani dengan serius oleh instansi terkait.
“Saya akan bersurat ke Presiden. Ini bukan main-main. Hukum harus ditegakkan oleh aparat – baik TNI, Polri, maupun pemerintah daerah. Jangan sampai rakyat jadi korban,” tegasnya.
Merespons polemik tersebut, DLH Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan keputusan penghentian seluruh aktivitas commissioning PT HKI sampai perusahaan memenuhi seluruh syarat perizinan, termasuk penyusunan dan penyampaian dokumen AMDAL.
Meski demikian, Rudolf menekankan bahwa pihaknya tidak anti terhadap investasi di Kalimantan Timur. Ia hanya mengingatkan bahwa seluruh investor harus taat pada peraturan perundang-undangan serta menghormati nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat.
“Kami mendukung investasi, tapi bukan yang semena-mena. Hormati aturan, hormati adat, dan jangan abaikan lingkungan,” pungkasnya.