SAMARINDA.nusantaranews.info – Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar,.S.I.K,.M.H menggelar konferensi pers, dihalaman Mapolresta Samarinda, pada Senin (17/2) terkait dugaan pelecehan yang dilakukan oleh dua oknum guru honorer di dua Sekolah Dasar (SD) berbeda di Kota Samarinda.
Laporan pertama diterima dari orang tua seorang siswa di salah satu SD di Samarinda Utara, yang mengungkap bahwa anaknya mengalami tindakan tidak senonoh dari oknum guru berinisial MR (24).
Berdasarkan penyelidikan, perbuatan tersebut diduga terjadi di dua lokasi berbeda, yakni di ruang guru pada pertengahan Desember 2024 sekitar pukul 09.00 WITA dan di ruang kelas 3 pada pertengahan Januari 2025 sekitar pukul 11.00 WITA.
Pelaku diduga melakukan tindakan dengan cara menarik tangan korban secara paksa, memeluk, menggendong, serta mencium korban tanpa izin.
Kapolresta Samarinda mengungkapkan bahwa dalam proses penyelidikan, ditemukan indikasi adanya korban lain dengan jumlah yang diperkirakan mencapai tiga hingga empat orang.
“Pelaku mengakui bahwa tindakannya didorong oleh hawa nafsu yang tidak semestinya. Ia memanfaatkan posisinya sebagai tenaga pendidik untuk mendekati korban,” terang Hendri Umar.
Selain kasus tersebut, pada waktu yang hampir bersamaan, Polresta Samarinda juga menerima laporan serupa dari seorang orang tua siswa di SD di Samarinda Ilir. Dalam kasus kedua ini, pelaku lainnya berinisial NS (25) diduga melakukan tindakan tidak pantas terhadap seorang siswi saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Berdasarkan laporan, pelaku membuntuti korban hingga ke depan pintu kamar mandi sekolah. Sesampainya di sana, pelaku secara paksa memeluk korban dari belakang, memutarnya, lalu melakukan tindakan tidak pantas. Korban yang berteriak meminta pertolongan akhirnya diselamatkan oleh teman-temannya yang berada di sekitar lokasi kejadian.
Selain keterangan korban, polisi juga mengamankan barang bukti berupa sejumlah pakaian milik korban serta percakapan di media sosial Instagram yang menunjukkan komunikasi pelaku dengan beberapa siswa. Saat ini, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda terus melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Baik MR maupun NS dijerat dengan Pasal 82 Ayat 2 Junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara, dengan tambahan sepertiga hukuman serta denda maksimal Rp5 miliar rupiah.
Kapolresta Hendri Umar menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Kaltim serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Samarinda untuk memberikan pendampingan psikologis bagi para korban.
“Kami ingin memastikan agar anak-anak ini tetap mendapatkan hak mereka untuk belajar dengan nyaman tanpa mengalami trauma berkepanjangan,” tegasnya.
Hingga saat ini, penyelidikan masih terus berlanjut, sementara kedua pelaku telah diamankan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.