SAMARINDA, nusantaranews.info — Sejumlah organisasi perempuan di Kota Samarinda menunjukkan komitmen kuat untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan daerah yang responsif gender. Hal ini disampaikan dalam forum dialog yang berlangsung selama dua hari, pada 15–16 Juli 2025, di Aula Dinas Perikanan Kota Samarinda, yang difasilitasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda.
Kegiatan ini mengangkat tema “Penguatan Partisipasi Lembaga Penyedia Layanan Pemberdayaan Perempuan (LPLPP) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah”, dan diikuti oleh puluhan perwakilan organisasi perempuan dari berbagai latar belakang. Dua di antaranya adalah organisasi perempuan Kristen, yaitu Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) dan Wanita Bethel Indonesia (WBI) Samarinda.
MUKI: Dari Advokasi hingga Implementasi di Lapangan
Dalam kesempatan tersebut, tim MUKI Samarinda yang diwakili oleh DR. Yanti Sulistio, Ester Lukas, SH, dan Riane Irawati, S.Th, menekankan pentingnya implementasi nyata dari kebijakan kesetaraan gender.

“Di atas kertas, kebijakan sudah tersedia. Namun pelaksanaannya masih belum maksimal. Budaya patriarki masih sangat dominan di lapangan, dan ini menghambat kemajuan perempuan,” ujar Ester Lukas dalam sesi dialog.
Sementara itu, DR. Yanti Sulistio mendorong agar pemerintah tidak hanya menjadikan organisasi perempuan sebagai mitra simbolik.
“Perempuan memiliki kapasitas luar biasa dan mereka adalah pilar penting dalam pembangunan keluarga dan masyarakat. Pemerintah harus memberi ruang nyata,” ujarnya.
Riane Irawati menambahkan bahwa MUKI siap bekerja sama lintas iman untuk memperluas dampak sosial, khususnya dalam advokasi perempuan dan anak.
WBI Samarinda: Pelayanan Holistik untuk Perempuan
Dari sisi WBI Samarinda, organisasi ini hadir melalui kepemimpinan Nani Sudarmo, S.Th dan Melly Wijaya S.PdK, yang menyoroti pentingnya penguatan mental dan kesehatan jiwa perempuan di tengah tekanan era digital.
“Salah satu program unggulan kami adalah seminar kesehatan mental bagi perempuan, terutama ibu dan lansia. Kami juga melakukan pemeriksaan kesehatan dasar seperti tekanan darah, dan kegiatan ini sudah berjalan rutin tiap enam bulan,” kata Nani Sudarmo.
WBI juga aktif dalam kegiatan sosial lintas agama, dan berharap kegiatan mereka bisa terdaftar secara resmi dan didukung oleh kebijakan pemerintah.
“Kami ingin menjadi mitra pemerintah secara legal dan administratif. Kolaborasi ini penting agar program kami bisa selaras dengan arah pembangunan,” tambah Nani Sudarmo.
Pemerintah Kota Dorong Legalitas dan Sinergi

Narasumber dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapperida) Samarinda, Herawati, menyatakan bahwa keterlibatan organisasi perempuan sangat dibutuhkan dalam menangani isu-isu seperti stunting, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kemiskinan.
Sementara itu, Miftahul Rizki, Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Samarinda, menjelaskan langkah-langkah legalisasi organisasi perempuan agar diakui secara resmi.
“Organisasi harus memiliki akta notaris, AD/ART, lalu mendaftar ke Kemenkumham atau Kemendagri. Setelah itu, bisa mendapatkan SKT (Surat Keterangan Terdaftar) dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Penegasan DP2PA: Perempuan Adalah Pilar Pembangunan
Fasilitator dari DP2PA Kota Samarinda, Nanang Supratman, menutup kegiatan dengan menegaskan bahwa legalitas dan partisipasi aktif organisasi perempuan adalah bagian penting dari strategi pembangunan inklusif.
“LPLPP perlu didorong untuk melakukan advokasi kebijakan, mendampingi perempuan di Musrenbang, dan melakukan evaluasi terhadap program yang berdampak pada perempuan,” ujarnya.
Dengan kehadiran aktif dari ormas-ormas seperti MUKI dan WBI, kegiatan ini menjadi sinyal kuat bahwa Samarinda siap memperkuat sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk menciptakan pembangunan yang adil gender, inklusif, dan berkelanjutan.













